MAKALAH
ESENSIALISME
Prof. Dr.Abdul Ngalim
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA
KULIAH
FILSAFAT
PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN
DISUSUN OLEH
Nama : DIANA
UDHI H
NIM :
Q100 160 058
Kelas : 1 C
PROGRAM
PASCASARJANA
MAGISTER ADMINISTRASI
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Filsafat
adalah cara berfikir dan merasa sedalam – dalamnya terhadap segala sesuatu
sampai kepada inti persoalan. Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang tersusun
dari dua kata yaitu Fhilos dan Sophia. Fhilos berarti senang, gemar atau cinta,
sedangkan Sophia dapat diartikan sebagai kebijaksanaan. Dengan begitu filsafat
dapat diartikan sebagai suatu kecintaan kepada kebijaksanaan.
Kata lain
dari filsafat adalah Hakiat dan Hikmah, sebagi contoh apabila ada orang yang
mengatakan, “” Apa Hikmah dari semua ini”’ berarti mencari latar belakang dalam
kejadian sesuatu dengan kejadian secara filsafat, yaitu apa, bagaimana, dan
mengapa sesuatu itu terjadi, yang dalam filsafat disebut Ontologi, Epistemologi
dan Aksiologi
Filsafat
pendidikan merupakan salah satu bagian dari berbagai cabang-cabang filsafat. Fisafat pendidikan dapat diartikan
ssebagai ilmu pengetahuan normatif dalam bidang pendidikan yang merumuskan
kaidah-kaidah norma atau ukuran tingkah laku perbuatan yang dilaksanakan oleh
manusia dalam hidup dan kehidupan (jalaludin,2007). Apabila kita mengkaji dan meneliti tentang Filsafat Pendidikan
banyak sekali aliran-aliran pada filsafat tersebut. Dalam hal ini kita hanya
akan membahas mengenai aliran filsafat pendidikan Esensialisme.
Esensialisme
adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada
sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance
dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang
utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas,
di mana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan
doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada
nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan
dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Idealisme
dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua
aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur
menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya
masing-masing. Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya
konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme, karena itu timbul pada zaman
itu, esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam pikir modern.
Esensialisme
pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan
dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan
menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman.
Realisme modern, yang menjadi salah satu eksponen essensialisme, titik berat
tinjauannya adalah mengenai alam dan dunia fisik, sedangkan idealisme modern
sebagai eksponen yang lain, pandangan-pandangannya bersifat spiritual. John
Butler mengutarakan ciri dari keduanya yaitu, alam adalah yang pertama-tama
memiliki kenyataan pada diri sendiri, dan dijadikan pangkal berfilsafat.
Kualitas-kualitas dari pengalaman terletak pada dunia fisik. Dan disana
terdapat sesuatu yang menghasilkan penginderaan dan persepsi-persepsi yang
tidak semata-mata bersifat mental.
Dengan
demikian disini jiwa dapat diumpamakan sebagai cermin yang menerima
gambaran-gambaran yang berasal dari dunia fisik, maka anggapan mengenai adanya
kenyataan itu tidak dapat hanya sebagai hasil tinjauan yang menyebelah, berarti
bukan hanya dari subyek atau obyek semata-mata, melainkan pertemuan keduanya.
Idealisme modern mempunyai pandangan bahwa realita adalah sama dengan substansi
gagasan-gagasan (ide-ide). Dibalik dunia fenomenal ini ada jiwa yang tidak
terbatas yaitu Tuhan, yang merupakan pencipta adanya kosmos.
Manusia sebagai makhluk yang berpikir berada dalam lingkungan kekuasaan
Tuhan. Menurut pandangan ini bahwa idealisme modern merupakan suatu ide-ide
atau gagasan-gagasan manusia sebagai makhluk yang berpikir, dan semua ide yang
dihasilkan diuji dengan sumber yang ada pada Tuhan yang menciptakan segala
sesuatu yang ada di bumi dan dilangit, serta segala isinya. Dengan menguji dan
menyelidiki semua ide serta gagasannya maka manusia akan mencapai suatu
kebenaran yang berdasarkan kepada sumber yang ada pada Allah SWT.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian aliran
Essensialisme ?
2.
Apakah ciri-ciri aliran Essensialisme ?
3.
Bagaimana kelebihan dan kekurangan dari aliran Esensialisme ?
4.
Bagaimana implikasi aliran essensialisme dalam dunia pendidikan ?
C. Tujuan
1.
Untuk memenuhi tugas mata
kuliah Filsafat Pendidikan
2.
Untuk mengetahui pengertian
dan sejarah timbulnya aliran Essensialisme.
3.
Untuk mengetahui apa saja
kelebihan dan kekurangan aliran Esensialisme.
4.
Untuk mengetahui bagaimana
implikasi aliran Esensialisme dalam dunia pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Aliran Essensialisme
Aliran
Esensialisme bersumber dari filsafat idealisme dan realisme. Sumbangan yang
diberikan keduanya bersifat eklektik. Artinya, dua aliran tersebut bertemu
sebagai pendukung Esensialisme yang berpendapat bahwa pendidikan harus
bersendikan nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Artinya, nilai-nilai itu
menjadi sebuah tatanan yang menjadi pedoman hidup, sehingga dapat mencapai
kebahagiaan. Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal dari
kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad yang lalu, yaitu zaman
Renaisans.
Adapun
pandangan tentang pendidikan dari tokoh pendidikan Renaisans yang pertama
adalah Johan Amos Cornenius (1592-1670), yaitu agar segala sesuatu diajarkan
melalui indra, karena indra adalah pintu gerbangnya jiwa. Tokoh kedua adalah
Johan Frieddrich Herbart (1776-1841) yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan
adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan Tuhan. Artinya, perlu ada
penyesuaian dengan hukum kesusilaan. Proses untuk mencapai tujuan pendidikan
itu oleh Herbart disebut sebagai pengajaran.
Tokoh
ketiga adalah William T. Harris (1835-1909) yang berpendapat bahwa tugas
pendidikan adalah menjadikan terbukanya realitas berdasarkan susunan yang tidak
terelakkan dan bersendikan ke-satuan spiritual. Sekolah adalah lembaga yang
memelihara nilai-nilai yang telah turun-temurun dan menjadi penuntun
penyesuaian orang pada masyarakat. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa aliran Esensialisme menghendaki agar landasan pendidikan adalah
nilai-nilai esensial yaitu yang telah teruji oleh waktu, bersifat menuntun dan
telah turun-temurun dari zaman ke zaman.
B. Ciri-ciri Utama
Bagi aliran
ini “Education as Cultural Conservation”, pendidikan sebagai pemelihara
kebudayaan. Karena dalil ini maka aliran Essentialisme dianggap para ahli
sebagai “Conservative road to culture”, yakni aliran ini ingin kembali kepada
kebudayaan lama, warisan sejarah yang telah membuktikan kebaikan-kebaikannya
bagi kehidupan manusia.
Esensialisme
percaya bahwa pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang
telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Kebudayaan yang mereka wariskan
kepada kita hingga sekarang, telah teruji oleh segala zaman, kondisi dan
sejarah. Kebudayaan demikian, ialah essensia yang mampu pula mengemban hari
kini dan masa depan umat manusia. Kebudayaan sumber itu tersimpul dalam ajaran
para filosof ahli pengetahuan yang agung, yang ajaran dan nilai-nilai ilmu
mereka bersifat kekal dan monumental.
Kesalahan
dari kebudayaan moderen sekarang Essensialisme ialah kecenderungannya, bahkan
gejala-gejala penyimpangannya dari jalan lurus yang telah ditanamkan kebudayaan
warisan itu. Fenomena-fenomena sosial-kultural yang tidak kita ingini sekarang,
hanya dapat diatasi dengan kembali secara sadar melalui pendidikan, ialah
kembali ke jalan yang telah ditetapkan itu. Hanya dengan demikian, kita boleh
optimis dengan masa depan kita, masa depan kebudayaan umat manusia.
Pemikir-pemikir
besar yang telah dianggap sebagai peletak dasar asas-asas filsafat aliran ini,
terutama yang hidup pada zaman klasik: Plato, Aristoteles, dan Democritus.
Plato sebagai bapak Objective-Idealisme adalah pula peletak teori-teori modern
dalam Essentialisme. Sedangkan Aristotes dan Democritus, keduanya Bapak
Objective-Realisme. Kedua ide filsafat itulah yang menjadi latar belakang
thesis-thesis Essentialisme. Yang amat dominan dalam Essentialisme tidak hanya
filsafat klasik tersebut. Malahan lebih-lebih ajaran-ajaran filosof pada zaman
Renaissance, merupakan sokoguru aliran ini. Brameld menulis ciri utama
Essentialisme itu sebagai berikut: “Pandangan-pandangan filsafat yang kuno dan
absolutisme pandangan abad-abad pertengahan tercermin dalam otoritasnya yang
tidak dapat ditantang, otoritas gereja yang dogmatis, dimana pengikut
Essentialisme modern bertujuan mengusahakan suatu sistematika, konsepsi tentang
manusia dan alam semesta yang secepat mungkin cocok bagi kebutuhan zaman dan
lembaga-lembaga modern.”
Essensialisme
merupakan paduan ide-ide filsafat Idealisme dan Realisme. Praktek filsafat
pendidikan essensialisme dengan demikian menjadi lebih kaya dibandingkan jika
ia hanya mengambil posisi sepihak dari salah satu aliran yang ia sintesiskan.
C. Kelebihan
dan Kelemahan Aliran Esensialisme
Kelebihan:
a. Esensialisme
membantu untuk mengembalikan subject matter ke dalam proses pendidikan, namun
tidak mendukung perenialisme bahwa subject matter yang benar adalah realitas
abadi yang disajikan dalam buku-buku besar dari peradaban barat. Great Book
tersebut dapat digunakan namun bukan untuk mereka sendiri melainkan untuk
dihubungkan dengan kenyataan-kenyataan yang ada pada dewasa ini.
b. Esensialis berpendapat bahwa perubahan merupaka
suatu kenyataan yang tidak dapat diubah dalam kehidupan sosial. Mereka mengakui
evolusi manusia dalam sejarah, namun evolusi itu harus terjadi sebagai hasil
desakan masyarakat secara terus-menerus. Perubahan terjadi sebagai kemampuan
imtelegensi manusia yang mampu mengenal kebutuhan untuk mengadakan amandemen
cara-cara bertindak,organisasi,dan fungsisosial.
Kelemahan:
a. Menurut esensialis, sekolah tidak boleh
mempengaruhi atau menetapkan kebijakan-kebijakan sosial. Hal ini mengakibatkan adanya
orientasi yang terikat tradisi pada pendidikan sekolah yang akan
mengindoktrinasi siswa dan mengenyampingkan kemungkinan perubahan.
b. Para pemikir esensialis pada umumnya tidak
memiliki kesatuan garis karena mereka berpedoman pada filsafat yang berbeda.
Beberapa pemikir esensialis bahkan memandang seni dan ilmu sastra sebagai
embel-embel dan merasa bahwa pelajaran IPA dan teknik serta kejuruan yang sukar
adalah hal-hal yang benar-benar penting yang diperlukan siswa agar dapat memberi
kontribusi pada masyarakat.
c. Peran guru sangat dominan sebagai seorang yang
menguasai lapangan, dan merupakan model yang sangat baik untuk digugu dan
ditiru. Guru merupakan orang yang menguasai pengetahuan dan kelas dibawah
pengaruh dan pengawasan guru. Jadi, inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada
guru, bukan pada siswa.
D. Implikasi Aliran Essentialisme Terhadap
Pendidikan
1. Pandangan
ontologi essensialisme
Sifat khas dari ontologi
esensialisme adalah suatu konsepsinbahwa dunia ini di kuasai oleh tatanan yang
cela, yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula. Ini berarti
bahwa bagaimanpun bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah
disesuaikan dengan tatanan tersebut. Secara filosofis esensialisme dilandasi
oleh prisip-prinsip klasik dari filsafat realisme dan idialisme moderen.
Ontologinya dapat disebut realisme objektif, yang berpendapat bahwa kenyataan
adalah sebuah pokok (subtansi) mater atau idialisme objektif yang berpandangan
bahwa kenyataan itu pada pokoknya bersifat rohaniah.
2. Pandangan
epistemologi essensialisme
Epistemologi essensialisme
pada tingkat tertinggi merupakan teori persesuaian pengetahuan, yang meyakini
bahwa kebenaran tampil mewakili atau sesuia dengan fakta objektif. Realisme
memperhatikan pandangan tiga aliran psikologi yaitu assosianesmi, behavorisme,
dan koneksionisme. Lazimnya metosde yang digunakan dalam aliran psikologi ini
adalah menerapkan metode ilmu alam.
3. Pandangan
mengenai Pendidikan
Essensialisme timbul karena
adanya pandangan kaum progesif mengenai pendidikan yang fleksibel. Oleh karena
adanya saingan dari progresibvisme, maka pada sekitar tahun 1930 muncul
organisasi. Dengan munculnya komite ini pandangan-pandangan essensilaisme
menurut tafsiran abad XX mulai diketengahkan dalam dunia pendidikan.
4. Pandangan mengenai belajar
Essensialisme yang didukung
oleh pandangan idealisme berpendapat bahwa bila seseorang itu belajar pada
taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak keluar untuk
memahami dunia objektif. Akal budi manusia membentuk, mengatur,
mengelompokkannya dalam ruang dan waktu. Dengan prinsip itu dapat dikatakan
bahwa belajar pada seseorang sebenarnya adalah mengembangkan jiwa pada dirinya
sendiri sebagai substansi spritual. Jiwa membina dan menciptakan dirinya
sendiri. Jadi belajar adalah menerima dan mengenal dengan sungguh-sungguh
nilai-nilai sosial oleh angkatan baru yang timbul untuk ditambah dan dikurangi
serta diteruskan kepada angkatan berikutnya (Barnadib:1996:56). Belajar adalah
cerminan dari jiwa yang aktif.
5. Pandangan Kurikulum
Essentialisme
Essensialisme adalah suatu
teori pendidikan yang menegaskan bahwa pendidikan selayaknya bergerak dalam
kegiatan pembelajaran tentang keahlian dasar, seni dan sains yang telah
nyata-nyata berguna dimasa lalu dan tetap demikian dimasa yang akan datang.
Para essensialis percaya bahwa beberapa keahlian esensi atau dasar mempunyai
kontribusi yang besar terhadap keberadaan manusia seperti membaca, menulis,
aritmatika dan perilaku sosial yang beradab. Keahlian dasar ini merupakan hal
yang selayaknya dan memeng dibutuhkan sehingga selalu ada dalam setiap
kurikulum sekolah dasar yang baik.
Pada kurikulum sekolah
pertama, kurikulum dasar seharusnya terdiri dari sejarah, matematika, sains dan
sastra. Kurikulum perguruan tinggi terdiri dari dua komponen yaitu mata kuliah
umum dan sains. Dengan menguasai mata kuliah ini yaitu yang berkaitan dengan
lingkungan sosial dan alam, seorang siswa mempersiapkan diri untuk
berpartisipasi ssecara efektif dalam masyarakat beradab.
Jadi intinya kurikulum
hendaknya disusun secara sistematis, dari mulai yang sederhana sampai yang
kompleks. Kurikulum direncanakan dan disusun berdasarkan pikiran yang matang
agar manusia dapat hidup harmonis dan menyesuaikan diri dengan sifat-sifat
kosmis.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Aliran
filsafat Esensialisme adalah suatu aliran filsafat yang menginginkan agar
manusia kembali kepada kebudayaan lama. Aliran
Esensialisme ini memandang bahwa pendidikan yang bertumpu pada dasar pandangan
fleksibilitas dalam segala bentuk dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang
berubah-ubah, mudah goyah, kurang terarah, tidak menentu dan kurang stabil. Tujuan pendidikan esensialisme adalah
menyampaikan warisan budaya dan sejarah melalui suatu inti pengetahuan yang telah
terhimpun, dasar bertahan sepanjang waktu untuk diketahui oleh semua orang.
Pengetahuan ini diikuti oleh keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang tepat
untuk membentuk unsur-unsur yang inti (esensiliasme), sebuah pendidikan
sehingga pendidikan, jadi Menurut esensialisme sekolah berfungsi
untuk warga negara supaya hidup sesuai dengan prinsip-prinsip dan
lembaga-lembaga sosial yang ada di dalam masyarakat.
Essentialisme
merupakan paduan ide-ide filsafat Idealisme dan Realisme serta praktek-praktek
filsafat pendidikan Essentialisme. Ide
pokok idealisme berprinsip tentang semesta raya dan hakekat sesuatu. Ide pokok
realisme berprinsip realita itu ada jika independen terlepas daripada kesadaran
jiwa manusia.
Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian
pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota
masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap
sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di
masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, Essesialisme juga lebih
berorientasi pada masa lalu.
Pada
prinsipnya, proses belajar menurut Essensialisme adalah melatih daya jiwa
potensial yang sudah ada dan proses belajar sebagai proses absorption
(menyerap) apa yang berasal dari luar. Yaitu dari warisan-warisan sosial yang
disusun di dalam kurikulum tradisional, dan guru berfungsi sebagai perantara.
B. Saran
Saran
penulis bagi pembaca khususnya para pendidik atau guru, yaitu.
1. Hendaknya
tidak meninggalkan nilai-nilai budaya lama dalam hal kependidikan, setidaknya
dapat memadukan teknik pengajaran dengan metode lama, karena metode lama juga
memiliki nilai-nilai positif untuk diterapkan.
2. Selalu
menjadi figur teladan dan kreatif serta inovatif dalam menciptakan
pengajaran-pengajaran yang menarik bagi para siswanya.
3. Selalu
menyesuaikan teknik pengajaran dengan kurikulum yang telah ditetapkan, kurangi
mengeluh dan terus mensiasati segala perubahan yang terjadi dalam dunia
kependidikan agar tetap bertahan dan berhasil menjadi seorang guru yang
profesional.
DAFTAR PUSTAKA
Prof.Dr. H. Jalaluddin dan Drs. Abdullah Idi, M.Ed. Filsafat Pendidikan. Jakarta:
Gaya
Media Pratama.1997
_____________, Modul Filsafat Pendidikan, Matakuliah Filsafat pendidikan.
Yogyakarta: 2010
Anonim a.2009.Aliran Filsafat Esensialisme(online) http://id.wikipedia.org/wiki/Halaman
_utama,
0 komentar:
Posting Komentar